Jumat, 15 Februari 2013

Mawar Putih Terakhir


Siang itu aku pulang sekolah bersama Didi,dengan motor matiknya ia beradu melawan arah angin. Teriknya matahari membuat pori-poriku berkali-kali menghasilkan butiran keringat. Dan wajahku pun sudah mulai memerah perih dijilat cahaya matahari. Hari ini aku benar-benar sedang tidak enak hati,diperjalanan Didi terus saja mengoceh ramai,tapi aku hanya diam dan menjawab pertanyaannya sekedar saja. Sampai dirumah pun aku hanya diam dan mengurung diri dikamar,pikiranku terus tertuju pada surat dan bunga yang kutemukan tergeletak diatas meja sekolahku tadi pagi dan anehnya lagi surat itu hanya berisi satu huruf. Sebenarnya ini kali kedua aku mendapat kiriman seperti itu. Cukup lama aku merenung didepan meja belajarku,dan akhirnya aku putuskan untuk menelepon Didi,sang sahabatku dari kecil. Hanya dia satu-satunya orang yang aku percayai dan hanya dia juga yang paling mengerti aku.
“Halo Dol,kamu lagi dimana?”ucapku setelah telepon tersambung.
“Lagi dirumah Cum,kenapa?”jawabnya dari sebrang.
“Bisa kerumah aku nggak? Ada yang mau aku omongin nih sama kamu”
“Aduh Cumi,maaf ya aku lagi bantuin mama aku nih,besok aja deh ya disekolah,mau kan?”
“Oh gitu,hem ya udah deh besok aku tunggu dilapangan basket ya?”
“Oke deh Cum,bye bye Cumi”
Tanpa menjawab pamit Didi,aku langsung memutuskan sambungan telepon. Kembali kekegiatanku tadi,merenung dan terus memikirkan kiriman misterius itu “Siapa ya dia?” kata-kata itu terus bermain-main dalam benakku.
Keesokan harinya aku masih menjalankan aktivitasku seperti biasanya,datang sekolah telat dengan PR yang masih numpuk belum dikerjakan,semuanya sudah biasa bagiku. Baru saja kaki ini dilangkahkan kedalam kelas,semua mata seantero kelas langsung tertuju padaku.
“Loh kenapa pada ngeliatin aku gitu sih? Ada yang salah ya?” tanyaku sembari memperhatikan penampilanku dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Ciyeee Fizra … ternyata ada juga yang naksir ya,kirain gak ada yang mau sama cewek tomboy kayak kamu”
Serta merta alisku berkerut ria.
“Hah? Apaan sih? Kalian ngomong apaan sih?”
Tanpa menjawab serentak mereka mengalihkan pandangannya kearah meja sekolahku. Tanganku cukup bergetar ketika melihat secarik kertas merah muda dan bunga mawar putih disampingnya. Aku berjalan perlahan kearah meja itu. “Ikuti tanda panah disamping pintu jika kamu ingin tahu siapa aku” begitu bunyi surat itu. Sontak saja pandanganku tertuju pada tanda panah yang ditulis dikertas kecil yang tertempel disamping pintu kelasku. Dengan sedikit gugup kulangkahkan kakiku kearah pintu dan mengikuti arah panah itu,hingga sampai diruangan yang masih agak sepi,padahal sebentar lagi jam pelajaran segera dimulai,mungkin siswa dikelas ini sedang belajar dilabor. “Inikan kelas Kak Dido” batinku. Lalu kulihat diatas meja persis ditengah-tengah ruangan itu tergeletak sebuah kotak cantik berwarna biru. Aku segera meraihnya,pelan sekali gerakanku membuka penutup kotak itu. Sebuah surat dan beberapa lembar foto. Tanganku mulai bergetar pelan,aku tak berani sendirian diruangan itu,segera kubalikkan langkahku menuju kelas.
Pelajaran hati itu tidak ada satupun yang dapat dicerna oleh otakku,biasanya setelah mendapat penjelasan dari Didi,aku pasti langsung mengerti. Pikiranku terus terpusat pada orang misterius itu. Hingga jam pulang sekolah pun tiba. Dengan gontai,kuseret kakiku menuju lapangan basket. Sesuai dengan janjinya semalam,Didi sudah duduk manis dipinggiran lapangan sambil memainkan bola basket kesayangannya.
“Hai Cumi,kenapa kamu? Kok cemberut gitu sih? Mirip jeruk purut! Hahaha”
Haah … hanya helaan nafas panjang yang terdengar menjawab pertanyaan Didi.
“Cumi kenapa sih? Cerita dong sama aku”
“Gimana ya Dol,aku lagi galau nih”
“Loh,galau kenapa?”
“Gak tau nih,ada orang misterius yang suka ngirimin aku bunga sama surat”
“Bunga? Surat?”
“Iya,pusing deh aku jadinya,dan yang lebih aneh lagi isi surat itu cuma satu huruf,mana hurufnya ditulis gede-gede lagi,emangnya aku buta apa”
“Satu huruf? Emang hurufnya apa aja?”
“Yang pertama huruf D,terus yang kedua huruf I,dan yang ini belum aku baca” ucapku seraya menyerahkan kotak itu pada Didi.
Jemarinya lincah membuka kotak itu. Beberapa lembar foto dan satu surat. Ternyata foto-foto itu adalah gambar diriku sendiri. Aku terkejut dan merampas foto-foto itu dari tangan Didi.
“Waduh,apa-apaan nih,kok banyak banget foto aku” ujarku serius.
“Ya elah Cum Cum,namanya juga penggemar rahasia,ya banyaklah cara dia buat narik perhatian kamu”
“Iya sih,tapi ini mah berlebihan tau”
“Dan mungkin satu huruf disurat itu adalah inisial nama pengirimnya lagi”
“Ih kok kamu tau banyak sih? Jadi curiga deh” jawabku menggoda Didi.
“Idiih apaan sih Cum,penting ya mengangumi kamu yang enggak banget itu”
“Ih Didi jahat!”
Tanganku masih sibuk membolak-balikan foto itu. Dan kembali memperhatikan surat pemberian orang misterius itu.
“D,I,D atau D,D,I atau I,D,D” celotehku sambil terus memperhatikan surat itu.
“Ya ampun Cum Cum,gak segitunya juga kali,aku tau kok siapa yang ngirimin kamu tuh surat ama bunga”
“Hah? Tau? Seriusan Dol?”tanyaku semangat.
“Iya aku tau,tuh sang kakak kelas pujaan hati kamu,Kak Dido”
“Kak Dido? Ya ampun aku gak nyangka banget deh,kok kamu bisa tau sih? Aduh senengnya …”
“Ih Cumi,udah deh gak usah lebay,main yuk? Udah gak sabar nih pengen ngalahin kamu lagi”
“Main basket? Enggak ah entar aja ya Dol,aku mau ngurusin nih kiriman dulu,hehehe”jawabku terkekeh dan sibuk dengan kiriman itu.
“Apaan sih Cum? Kok jadi sibuk sama surat itu sih,ayo dong main basket”
“Ih Dodol nih,ini tuh belum kelar tau,aku masih penasaran sama kiriman ini,aku belum sepenuhnya percaya kalo ini semua dari Kak Dido”
Pikiranku langsung melayang-layang,terbayang wajah orang yang selama ini aku kagumi. Wibawanya,perhatiannya,dan semua tentang dia. Cowok kedua yang cukup dekat denganku setelah Didi. Kak Dido … itu dia orangnya. Selama ini aku masih memendam perasaan yang tak kunjung berani aku ungkapkan pada cowok itu,secara aku kan cewek,masak iya sih cewek yang mulai duluan.
“Yeh si Cumi,mikiran Kak Dido mulu,iya deh iya … tau kok yang lagi kasmaran sama kakak kelasnya tuh” sungut Didi.
“Ih apaan sih Dol,bukan gitu Dodol jelek,ini tuh …”
“Ah udahlah,aku mau pulang aja,bosen disini”sanggah Didi dan mengemas barang-barangnya untuk beranjak pergi.
“Lah,si Dodol kok marah-marah gitu sih,Doool tungguin aku”
Aku bergegas mengejar Didi,tapi dia sudah jauh meninggalkanku. Dan aku mengambil keputusan untuk pulang kerumah. Setelah baru saja aku membuka pintu pagar rumahku,aku kembali tercengang,secarik kertas dan beberapa tangkai bunga mawar putih kembali tergeletak didepan pintu rumahku. Aku segera berlari dan meraih kedua benda itu,membawanya kekamarku,takut kalau kalau orangtuaku melihat,bisa diceramahi sepanjang abad aku nya.
Dikamar aku hempaskan tubuhku dikursi depan meja belajarku. Sesuatu yang aneh mulai menyerang tubuh dan pikiranku,rasanya campur aduk,gugup,cemas,berharap,dan senang.
“Ini surat keempat,mungkin maksud dari satu huruf disurat-surat ini sebenanrnya adalah benar nama pengirim misterius ini. Seperti apa yang dikatakan Didi tadi siang” ucapku dalam hati.
Dengan sangat perlahan aku buka surat itu,peredaran darahku seolah-olah terhenti dan detak jantungku bergetar hebat ketika melihat huruf disurat itu.
“I? kok isinya huruf I,bukan O? kan nama Kak Dido itu D,I,D,O bukan D,I,D,I … Didi,hah Didi? Gak salah nih?jadi ini semua kerjaanya si Dodol?”ucapku terkejut bak bertemu hantu.
“Iya … ini semua memang kerjaan aku,memang aku orang misterius itu,memang aku yang suka ngirimin kamu surat dan bunga itu,dan memang aku juga orang yang … suka sama kamu” terdengar suara itu menjawab pertanyaanku.
Diambang pintu kamarku,Didi berdiri bersama seorang lelaki muda,lelaki yang sangat kukenal yaitu Kak Dido. Aura wajahnya bersinar cerah,berbalut pakaian yang serba putih,senyuman terkembang dari kedua sudut bibirnya,bunga mawar putih dengan warna senada dengan pakaian cowok itu digenggamnya erat,Didi tampak begitu tampan,sedangkan lelaki disampingnya tampak biasa saja dengan memakai baju osis sekolahnya.
“Didi?” tanyaku pelan ..
Tiba-tiba deringan telepon serta merta membuyarkan lamunanku,lamunanku tadi terasa begitu nyata.Aku tersentak kaget dan segera meraih ponsel dimeja belajar. Kak Dido … tulisan itu muncul dilayar ponselku dan segar kuterima panggilan itu.
“Halo Fizra,gawat Ra gawat” terdengar Kak Dido memulai percakapan dengan cemas.
“Gawat apa kak? Tenang dong tenang” jawabku berusaha mencairkan suasana.
“Kamu harus kuat ya Ra,ini sudah kehendak Tuhan”
“Maksud kakak apa? Kali ini malah aku yang panik.
“Didi Ra,Didi … dia kecelakaan waktu pulang sekolah tadi,setahu kakak dia pulang sama kamu,ternyata tidak,biasanya kan kalian suka main basket bareng,dan tadi kakak baru dapat kabar kalau dia … dia …”
“Dia apa kak? Jawab kak?!”
“Barusan dia meninggal Ra”
Sontak saja dadaku terasa sesak,Kak Dido yang masih berbicara di telepon tak lagi aku hiraukan,sahabatku Didi sudah pergi,tak akan ada lagi yang menghiburku,menyayangiku,menje
laskan pelajaran yang tak aku pahami,semua itu tak akan ada lagi! Semuanya pergi begitu saja,aku hanya bisa menggenggam erat surat-surat itu,tanpa aku sadari ada lagi secarik kertas yang tersembunyi ditangkai bunga mawar putih itu,sebuah surat lagi …
Dear Cumiku Terjelek …
Hai Fizra,sahabat terindahku… hari ini aku sangat bahagia,karena aku sudah berusaha mengungkapkan apa yang aku rasakan ke kamu. Fizra … you’re my only one of my life,aku tau aku salah,aku telah merubah persahabatan kita jadi cinta,maafin aku ya? Tapi aku gak bisa membohongi perasaan ini. Kamu tau nggak kenapa aku selalu mengirimkan surat dan bunga itu dipagi hari? Jawabannya karena aku pengen kamu jadi lebih disiplin,kamu pasti penasaran kan sama kiriman-kiriman itu? Makanya kamu datang pagi-pagi banget buat cari tahu siapa pengirimnya. Fizra … didalam tas kamu ada gelang putih. Aku pengen besok kamu pake gelang itu kesekolah. Kalo kamu pake berarti kamu mau nerima aku,tapi kalo kamu gak pake berarti sebaiknya. Tapi … aku harap kamu mau ya pake gelang itu … heheheh …
By Dodol

Air mataku semakin tak terbendung ketika meraih gelang itu.

Keesokan harinya diacara pemakaman Didi,gelang itu melingkar indah dipergelangan tanganku. Bunga mawar putih tak lagi dikirimkannya untukku,tapi malah sebaliknya,kini aku yang membawakan bunga mawar putih untuknya.
“Didi … sekarang aku resmi jadi pacar kamu,aku udah pake gelang dari kamu,liat deh … Didi … janji ya sama aku,kamu harus tenang disana … aku pasti mendoakan kamu terus,bola basket kesayangan kamu juga udah aku simpen loh,aku sayang sama kamu Di,aku janji Cumi sama Dodol akan terus bersama,walaupun kita beda dunia” ucapku lirih didepan papan nisannya,papan itu kupeluk seolah-olah memeluk Didi. Aku hanya bisa menangis diiringi derap langkah kaki teman-teman dan keluarga Didi yang beranjak pergi meninggalkan tempat itu …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar